Diskriminasi Umur

Diskriminasi Umur
Sempur, Bogo, 2017

Entah apa yang harus saya lakukan. Tertawa, tapi sebenarnya sama sekali tidak lucu. Tidak tertawa, ya kayak dagelan juga.

Sudah beberapa hari belakangan, ada salah satu berita yang mungkin bisa disebut menggembirakan bisa juga, disebut menyebalkan ya bisa juga, yaitu tentang wacana pemerintah memberi kelonggaran rakyatnya yang berusia di bawah 45 untuk beraktivitas kembali.

Alasannya karena yang berusia di kisaran umur segitu lebih tahan terhadap virus Corona. Hal itu berdasarkan data hanya 15% dari semua yang terinfeksi Covid-19 berasal dari mereka yang berusia di bawah 45 tahun. Yang memberikan wacana, pemerintah beranggapan bahwa usia di atas 45 tahun lebih rentan.

Maksudnya sih jelas banget, yaitu agar perekonomian Indonesia bisa segera bergerak kembali dengan mengizinkan rakyatnya bekerja kembali.

Cuma…


Ya itu tadi pengen rasanya nabok menteri yang mengutarakan wacana itu.

Kelihatannya pemerintah begitu peduli kepada yang berusia di atas 45 tahun. Usia yang katanya rentan tertular dan kondisi lebih lemah. Sayang banget kesannya kepada rakyat golongan berumur.

Begitu pedulinya sampai tetap nggak boleh keluar rumah.

Sayangnya, mungkin otak mereka yang sedang panik karena tumbangnya perekonomian nggak berpikir satu hal.

Terus… yang di atas 45 tahun harus makan darimana kalau nggak boleh beraktivitas. Memang makanan, uang sekolah anak, dan kebutuhan lain bisa terpenuhi kalau yang berusia di atas 45 tahun tidak bekerja.

Bos mana mau peduli.

Bahkan, bisa jadi mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk memberhentikan para buruh, karyawan, pegawai yang berusia di atas 45 tahun. Mana mau mereka menggaji orang yang tidak tidak bisa beraktivitas seperti layaknya orang normal? Tentunya mereka akan memilih orang-orang muda yang bisa dibayar lebih murah dan bebas bergerak.

Belum lagi banyak pekerja informal dengan usia di atas 45 tahun. Jika mereka tidak keluar bekerja, darimana mereka bisa makan?

Sumpah..

Meski saya mendukung Jokowi, kali ini sebal saya melihat para bawahannya yang sepertinya cuma cari muka seakan akan mereka bisa menelurkan solusi, padahal sebenarnya sama sekali tidak bermutu.

Nggak salah niat menghidupkan kembali perekonomian, tapi tidak seharusnya dengan membuat diskriminasi umur. Yang berusia di atas 45 tahun juga masih tetap butuh pekerjaan untuk bisa bertahan hidup. Mereka biasanya bahkan punya tanggungan lebih karena punya anak yang sudah beranjak besar dan butuh biaya lebih besar pula.

Mana bisa harus tetap dipaksa di rumah hanya karena kebijakan yang tidak didasarkan data yang tidak jelas. Buktinya di berbagai daerah yang berusia di bawah 45 tahun pun banyak yang terinfeksi.

Bener-bener pemerintah itu kelihatan sekali kepanikannya menghadapi situasi sampai ide-ide aneh (yang dianggapnya out of the box) dilontarkan.

Bila ini dijalankan, sama saja dengan bilang, “Eh, kamu yang umurnya di atas 45 tahun, jangan sampe mati karena Corona yah! Kamu diem di rumah dan mati karena kelaparan saja”.

Tapi, coba tanyakan apa mereka mau konsekuen dengan kebijakannya, yaitu stop beraktivitas dan diam di rumah. Kemudian, mereka diganti dengan orang-orang yang usianya di bawah mereka. Maukah? Pasti jutaan alasan akan keluar dari mulut mereka.

Kadang saking sebelnya, saya pengen bilang sama yang mengutarakan ide ini satu kata saja.

B.O.D.O.H

Bogor, 13 Mei 2020

1 thought on “Diskriminasi Umur”

  1. Memang betul sekali, umur 45 tahun keatas masih banyak kebutuhannya. Kalo memang orang berusia 45 tahun keatas dilarang keluar rumah dengan alasan kesehatan boleh saja sih, tapi harus ada dana BLT secukupnya, misalnya setengah dari gaji UMR kota masing-masing. Pemerintah mau tidak memberikan dana tersebut?

    Menurutku sepertinya sudah panik tuh orang yang memberikan ide tersebut.

    Reply

Leave a Reply to Agus Warteg Cancel reply