Dua Sisi Mata Uang

Car Free Day, Bogor, Desember 2017

Pakdhe Jokowi, presiden Indonesia, pagi ini (“lewat” situs berita Detik) bilang bahwa kita harus bersyukur memilih PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan bukan lockdown. Alasannya, katanya karena dengan begitu masyarakat masih bisa beraktivitas.

Ada benarnya.

Cuma, dengan begitu juga, ruang untuk masyarakat bandel terus berkeliaran bahkan tanpa keperluan mendesak, masih terus ada.  PSBB juga, yang dijalankan setengah hati, memberi celah buat para bapak menteri dengan ego mereka memberikan kebijakan-kebijakan yang membingungkan, seperti mempersilakan industri di luar yang dikecualikan tetap boleh beroperasi.


Biar katanya harus mengikuti prosedur kesehatan yang ditentukan, kenyataannya, semua banyak yang mengabaikan.

Hasilnya, ya tetap saja ada yang tertular di tempat kerja.

KRL tetap dijalankan karena banyak ruginya kalau dihentikan. Biar para walikota dan bupati ngotot meminta, tapi sepertinya kepala batunya presiden dan jajarannya, memastikan tidak akan ada penghentian operasi si Commuter Line itu. Biar masyarakat bisa beraktivitas dan transportasi murah.

Biar efeknya, ya 3 orang dari 325 penumpang yang dites swab secara random terbukti positif. Tiga ratus lagi di tes di stasiun Bekasi, positif Covid juga. Itu baru total 600 orang yang dites, padahal masih puluhan ribu orang setiap hari masih menggunakan angkutan massal itu, karena pakde Jokowi masih berpikir itu yang terbaik.

Kalau nanti banyak yang terinfeksi, bisa diduga, yang disalahkan adalah pengelola dan penumpang yang “tidak mau patuh” pada aturan kesehatan. Padahal, sebenarnya kalau berkaca pada situasi di KRL, sangat susah melakukan semua teori kesehatan yang dianjurkan. Cuma, ya maklum, pakde Jokowi dan stafnya kan kalau naik kereta, keretanya dikosongin dulu.

Tidak salah sama sekali kalau PSBB memberikan ruang masyarakat untuk tetap beraktivitas. Cuma, jangan lupa juga kalau PSBB juga membuat kebandelan masyarakat Indonesia yang terkenal itu, tetap sulit dikekang. Apalagi tanpa sanksi yang jelas.

Hasilnya, ya mudah-mudahan jangan dilupakan, korban masih terus berjatuhan, ekonomi tetap saja tumbang, dan penyelesaian masalah Covid jadi terus mengambang tidak jelas. Tapi rasanya sih pasti dilupakan dan nggak diinget.

Selalu ada dua sisi dalam mata uang, dan kalau pakde Jokowi menekankan “betapa” pilihannya adalah yang paling tepat, banyak anggota masyarakat yang sebenarnya ingin bilang, bahwa pilihan itu sebenarnya “jauh dari tepat”.

Banyak yang bilang, pilihan pak Presiden itu sebenarnya cuma pilihan ambil jalan aman saja karena terlalu takut imbas dalam bidang ekonomi, jadi diambil jalan tengah PSBB. Biar tetap terlihat usaha menekan, walau hasilnya nggak maksimal, tapi ekonomi tetap jalan.

Soal korban, seperti kata stafnya yang maha tahu, pak Luhut Binsar Panjaitan, semua kebijakan pasti ada konsekuensinya. Jadi, mungkin memang sudah diukur sejak awal korban yang terinfeksi oleh Covid akibat kebijakan PSBB ini dan dianggap bisa diterima.

Jadi, sebenarnya saya pingin mengatakan, pilihan pakde Jokowi itu “tepat” dari sudut pandang dirinya saja, yang kebetulan memegang kuasa. Tapi belum tentu tepat menurut banyak orang Indonesia yang lain. Buat saya sendiri, keputusan itu menunjukkan yah keraguan dan ketidakmauan pemerintah mengambil langkah lebih tegas (entah karena apa).

Karena pakde Jokowi dan saya melihat dua sisi mata uang yang berbeda.

Mana yang benar akan bisa dilihat dari hasilnya nanti dalam catatan sejarah. Yang jelas bagi saya, 870 orang meninggal (dan mungkin sebenarnya lebih, dan akan masih terus bertambah) dan 12 ribuan orang sejauh ini masih dirawat (akan terus bertambah juga), serta 300-400 orang perhari terinfeksi menunjukkan, ada yang salah dalam penanganan masalah Covid-19, termasuk ketidaktegasan pemerintah.

Dan, saya tidak bersyukur pakde Jokowi memilih PSBB.

Maaf.

Bogor, 07 Mei 2020

2 thoughts on “Dua Sisi Mata Uang”

  1. Sebenarnya menakutkan juga program PSBB di zona merah tidak diterapkan maksimal.
    Itu akan rawan peningkatan penyebaran virus semakin cepat dan terus bertambah.

    Semestinya aktivitas di kota zona merah berhenti total dulu sementara waktu.
    Kemudian pemerintah ambil tindakan mensubsidi kebutuhan pangan selama PSBB berlangsung.
    Tindakan itu akan cepat memutus rantai paparan virus.

    Reply

Leave a Reply to Himawan Sant Cancel reply