Hari Ke-31 : Disemprot Banyak Orang

Hari ke-31 dimulai dengan menerima “semprotan” dari banyak orang, pengguna Commuter Line/KRL di Twitter.

Salah sendiri sih membuka si medsos berlambang burung saat ke meja makan untuk sarapan. Kalau tidak pastinya tidak akan tahu ada yang ngomel-ngomel atau marah-marah karena terusik dengan cuitan kemarin.

Tapi, apa daya. Melihat perkembangan dalam hal Covid-19, dimana terlihat sekali masih banyak masyarakat yang berkeliaran, tangan gatel juga untuk tidak memberikan opini atau pandangan.

Sayangnya, seperti biasa, sudut pandang yang saya pakai adalah hal yang tidak umum dan kerap bertentangan dengan pandangan banyak orang.

Saya memutuskan untuk mendukung usul dari para Pemerintah Daerah di kawasan Jabodetabek dihentikan sementara dan bukan lagi pembatasan.

Alasannya yah karena sebagai orang Indonesia, saya sendiri sadar betapa masih rendahnya kesadaran masyarakat kita untuk berdisiplin. Di tengah-tengah kecamuk wabah yang semakin hari semakin menakutkan, tetap saja terlihat kerumunan banyak orang di stasiun-stasiun kereta.

Bete melihatnya.

Sudah dihimbau berulangkali untuk #dirumahaja atau #WFH, tetap banyak yang membandel. Bukan cuma perorangan, tetapi juga institusi bisnis yang tetap memaksakan beroperasi meski tidak termasuk dalam sektor yang dikecualikan.

Jadilah, saya terusik juga.

Bisa diduga sebelum twit dikeluarkan bahwa hal itu akan mendapat respon negatif dari banyak orang, terutama mereka yang masih harus terpaksa pergi ngantor. Tidak akan diterima dengan senang hati oleh orang-orang yang merasa kepentingannya akan terganggu.

Hanya saja, di tengah masa krisis seperti sekarang, penanganan secara umum dan terlalu longgar seperti aturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) seperti yang diambil pemerintah, menurut pandangan saya tidak akan menuntaskan masalah. Penyebaran Corona akan terus terjadi dan korban berjatuhan.

Masyarakat Indonesia tidak bisa diberi hati, dalam artian hanya diberikan himbauan saja. Buktinya di jalan-jalan, setiap harinya, kalau hanya diberikan himbauan akan peringatan, banyak orang tidak akan mematuhi aturan. Mereka akan terus melanggar karena merasa bangga bahwa mereka bisa lolos dari sanksi.

Itulah kenapa langkah drastis dan lebih keras harus diambil kalau mau masalah yang ada tuntas.

Memang, pasti ada dampak negatifnya, terutama terhadap pergerakan manusia, dan pada akhirnya pada perekonomian banyak orang. Tapi, langkah manapun yang diambil tetap akan memberikan konsekuensi dan imbas negatif pada banyak orang.

Tinggal resiko mana yang mau diambil. Langkah penyetopan KRL akan menghantam banyak orang, tetapi penyebaran Covid-19 akan berkurang drastis dengan turunnya jumlah kerumunan orang. Sebaliknya, langkah hanya “membatasi” akan tetap membuka ruang untuk penyebaran, meskipun secara ekonomi banyak orang akan tetap bisa mencari nafkah.

Pada akhirnya, saya memilih mengutarakan #StopKRL di Twitter. Toh tetap dijalankan, perekonomian sudah terdampak berat. Sudah banyak orang harus diPHK akibat wabah ini. Semakin lama masa ini berlangsung, semakin berat dampak terhadap kehidupan banyak orang, semakin banyak pula orang yang akan menjadi korban.

Ekonomi hanya terlihat berjalan, tetapi pada akhirnya juga akan terganggu ketika jumlah korban tidak lagi bisa ditangani.

Dengan menyetop KRL, dalam satu waktu imbas itu akan terjadi. Ribuan orang akan terganggu penghidupannya, tetapi, sumber yang berpotensi membantu penyebaran akan terputus. Wabah bisa segera ditangani.

Setidaknya, itu berdasarkan pemikiran saya.

Cuma, memang pemerintah punya pertimbangan lain. Mungkin mereka tetap berharap bahwa masyarakat Indonesia bisa diatur dengan mudah, Corona akan segera menghilang dengan sendirinya, dan ekonomi bisa tetap berjalan.

Mungkin, mereka juga tidak mau mendapat tekanan dari masyarakat dan lebih suka bermain aman dalam situasi sekarang.

Entah yang mana alasannya, yang jelas hasilnya berbeda dengan pandangan saya.

Yang pasti, pagi ini, saya merasakan disemprot dan dimarahi banyak orang. Walau, orang-orang itu tidak tahu bahwa saya justru merasa senang melihat kemarahan mereka seperti ini.

Selain karena tidak ada salahnya berbeda pendapat, juga karena setidaknya saya bisa mengusir sejenak kebosanan yang pasti akan datang ketika hari menjelang siang.

Satu hal lagi yang harus saya hadapi di hari ke-31 WFH.

Bogor, 21 April 2020 (4 hari menjelang bulan Ramadhan)

Leave a Comment