Hari Pertama Yang “Menarik” : Padahal Sama Saja

Menarik : Padahal Sama Saja
Commuter Line Jakarta Bogor, 2017

Deg-degan.

Agak parno juga sebenarnya mengingat kondisi yang berdasarkan berita di berbagai media.

Cuma, apa mau dikata, perintah dari pemilik perusahaan, si Bos adalah tanggal 2 Juni 2020, Selasa, semua sudah harus masuk kantor seperti biasa. Jadi, demi periuk nasi keluarga, maka hari ini menjadi hari “pertama” bekerja di kantor kembali setelah selama hampir 3 bulan menjalani masa WFH (Work From Home) alias bekerja di rumah.

Kenyamanan rumah kembali terpaksa ditinggalkan. Demi sesuap nasi dan segenggan berlian.

Tidak terhindarkan rasa cemas dan khawatir hinggap karena sudah terbayangkan dua pilihan yang menyebalkan harus dipilih.


Yang pertama naik Commuter Line alias si KRL, murah meriah tapi karena penggunanya banyak, pasti bejubel . Physical distancing atau jaga jarak yang merupakan senjata terampuh melawan Corona menjadi sebuah tantangan tersendiri.

Yang kedua membawa mobil sendiri, yang memang lebih aman dalam hal mencegah si Covid-19 menempel pada diri sendiri, tetapi menimbulkan bahaya bagi dompet, waktu dan kaki. Besar sekali ongkos bensin dan tolnya, ditambah dengan kemacetan yang sudah hinggap lagi di Jakarta setelah beberapa waktu sempat menghilang, dan tentunya kaki pasti akan nyut-nyutan menginjak gas di tengah kemacetan nantinya.

Tidak ada pilihan yang enak dan aman.

Mungkin, inilah yang namanya dilema. Tidak ada yang menyenangkan untuk dipilih.

Cuma, mau tidak mau, salah satu harus dijadikan pilihan.

Dan, keputusan akhir, Commuter Line yang terbaik.

Deg-degan pasti.

Cemas wajib.

Masker dan cadangannya (sampai 4 buah). Hand sanitizer berkadar 70% alkohol. Bekal makanan masakan si yayang supaya tidak perlu keluar kantor untuk membeli. Sarung tangan lateks dipakai dan beberapa lembar di dalam tas.

Tentunya tidak lupa dengan laptop inventaris kantor yang selama ini setia menemani masa WFH dalam tas.

Mirip seperti serdadu mau berangkat ke medan perang dan kalau dipikir memang begitulah. Biar kata Pakde Jokowi, Pak Presiden, kita harus hidup berdamai dengan sang maha virus, saya tidak yakin sang virus mau berdamai. Jadi, saya harus membawa perlengkapan pertahanan yang cukup supaya tidak terkena.

Dan, berangkatlah saya ke kantor.

Dag dig dug nggak keruan ketika si Supra Fit meluncur menuju stasiun.

Tapi…

Entah kenapa, tidak begitu lama rasa khawatir dan deg-degan itu bercokol dalam hati. Begitu melewati jalan kecil bernama jalan Pendidikan atau Kayu Manis di belakang kompleks, saya merasakan sebuah rasa yang membuat sebuah sunggingan senyum hadir.

Excited.

Tertarik.

Senang.

Gembira.

Padahal, tidak ada yang baru. Jalan itu, dan juga Commuter Line sudah puluhan tahun saya lewati setiap harinya. Tidak ada yang “menarik”.

Cuma, pagi ini semua terlihat menarik.

Bahkan, ketika masuk kereta Commuter Line yang “lapang” dibandingkan yang biasa saya temui sebelum masa WFH, situasi menjadi lebih menarik. Tidak ada lagi wanita cantik dan jelek, semua terlihat sama. Maklum, semua memakai masker jadi yang terlihat hanya mata saja, jadi susah dibedakan yang cantik dan yang jeleknya.

Semua juga terlihat sangat waspada.

Tidak ada tawa keras seperti biasanya. Yang ada hanya kesenyapan karena semua seperti sibuk dengan urusan masing-masing. Semua berusaha menjauh. Terlihat banyak yang kurang nyaman kalau ada yang mendekat.

Efek Corona terlihat jelas dalam perubahan tingkah laku.

Jakarta pun sebenarnya masih sama saja. Cukup sibuk meski tidak sesibuk saat dunia masih normal. Ojol tetap saja masih sama seperti opang yang penuh orang ngeyel tak mau mengenakan masker dan tetap saja lebih suka bergerombol. Mungkin mereka pikir, gerombolan mereka yang kerap membuat takut bahkan politisi bisa menakuti si Covid.

Semua masih sama saja.

Jalan yang saya lewati dari stasiun Gondangdia ke gedung E-trade pun tetap sama. Tidak ada perubahan.

Hanya, semua hari ini terlihat “menarik”.

Segar rasanya bertemu dengan sesuatu yang sebenarnya “sama saja”.

Saya cukup sadar ini efek sementara saja. Tidak akan berjalan lama. Ini hanyalah efek dari terlalu lama di dalam rumah dan tidak bisa kemana-mana ala WFH. Kebosanan yang menumpuk lah penyebab rasa menarik itu timbul.

Hampir bisa dipastikan tidak berapa lama lagi, kebosanan akan kembali menyergap dan menyelinap ke dalam hati.

Tidak akan terhindarkan bahwa rasa tertarik ini akan kembali lenyap.

Tapi, mungkin saya juga tidak terlalu memikirkan hal itu. Hampir 50 tahun hidup di bumi mengajarkan saya untuk menikmati apa yang ada di depan mata dan tidak perlu berpikir terlalu jauh. Biasanya kalau kita berpikir terlalu jauh, kita tidak akan bisa menikmati hari ini dan pada akhirnya tidak bisa bersyukur.

Jadi, saya memutuskan untuk menikmati saja “rasa tertarik” yang ada di hati hari ini sebelum ia menghilang. Setidaknya dengan begitu saya bisa merasa kesenangan dan kebahagiaan dalam situasi suram bin muram. Dengan begitu pula, saya bisa merasa bersyukur atas segala kenikmatan yang diberikan kepada saya dan keluarga.

Setidaknya, kalau rasa tertarik hari ini pergi, saya tahu saya akan menemukan hal-hal menarik lainnya dari kehidupan yang sebenarnya sama saja dan sering dianggap “membosankan” oleh saya sendiri.

Mungkin itu juga salah satu berkah tersembunyi yang diberikan Yang Maha Kuasa lewat sang Covid-19.

Bogor, 2 Juni 2020

4 thoughts on “Hari Pertama Yang “Menarik” : Padahal Sama Saja”

  1. Selamat bekerja kembali Pak, semoga hari – harinya lebih menyenangkan dan tentunya terhindar dari Covid 19.Jangan lupa banyak2in minum jahe plus Madu, bias Josss gitu,hahaha….. 🙂

    Di tunggu cerita selanjutnya…….

    Reply

Leave a Reply to KANG NATA Cancel reply