Hidup Baru

Selamat Menempuh Hidup Baru!

Kalimat itu saya ucapkan kepada si Yayang dan diri sendiri ketika tiba di rumah hari ini. Kami baru kembali dari Bandung, Kota Kembang, yang katanya penuh dengan “kembang” cantik. Setibanya di rumah, kalimat itu saya sampaikan pada wanita kesayangan saya tersebut ketika sedang melonjorkan kaki yang pegal akibat mengemudi selama hampir 3 jam.

Perkataan yang ternyata mengundang air mata menetes dari si Yayang.

Air mata yang sebenarnya terasa agak menggantung di sudut mata saya sendiri dan tidak turun karena tertahan bendungan kebengalan dan kekeraskepalaan saja.

Ada perasaan galau, bingung, sedih, nelongso, tetapi di sisi lain ada rasa senang, bahagia, gembira, serta khawatir dan cemas.

Perasaan sepasang orang tua.

Perasaan bapak dan ibu yang baru saja melepas putra semata wayangnya untuk belajar hidup mandiri.

Putra semata wayang kami, si Kribo, Arya, sejak hari ini 2 Oktober akan hidup di sebuah kos-kos-an di sekitar Kampus Universitas Telkom, di kawasan Sukabirus, Buah Batu, Bandung.

Yah, kami memang harus mengatakan itu kepada diri sendiri hari ini.

Selama lebih dari 19 tahun, kehidupan kami akan selalu ditingkahi kehadiran si Kribo. Bahkan, disadari atau tidak, ia menjadi sentral, orbit bagi kami berdua. Tidak ada waktu yang bisa lepas dari kehadirannya.

Ketika kecil, rumah kami ramai dengan berbagai celotehan lucunya. Ketika remaja, suasana di rumah dibuat rusuh dengan segala kegalauan dan tingkah lakunya. Ketika beranjak dewasa, dan meskipun ia lebih banyak berhibernasi di kamar, tetap penuh dengan suaranya yang berteriak saat bermain game online dengan kawannya.

Menyenangkan, meski terkadang membuat kami bete karena jadwal tidurnya yang sudah seperti kalong/kelelawar.

Namun, mulai hari ini dan sampai beberapa waktu ke depan, rumah kami akan kembali “sepi”. Tidak ada lagi kerusuhan di dapur akibat ia hendak mempraktekkan menu baru yang dibacanya via internet. Tidak ada tereakan “elu tuh yah, tembak kenapa tuh musuh!” di tengah malam yang mengagetkan.

Rumah kami hanya akan berisi (calon) kakek dan (calon) nenek.

Kerusuhan sepertinya dibawa pindah ke Bandung.

Bersama dengan 1/2 hati kami.

Jika boleh memilih, saya ingin rumah kecil kami tetap ribut dan ramai seperti saat ia memboyong 4 orang kawannya yang berbadan giant ke kamar liliputnya. Herannya, semuanya seperti tidak mau keluar dari “gua kecil” itu. Mereka hanya keluar kalau lapar tiba, mengambil piring, makanan, dan kembali ke gua kecil.

Kalau bisa, saya ingin bilang kalau mau bawa 100 orang kawannya ke dalam kamar juga tidak apa-apa daripada ia tinggal di Bandung.

Tapi, tidak bisa. Saya harus menerima bahwa ia sedang menempuh perjalanan yang ingin dilaluinya. Dan, saya, sebagai orang tua, kawannya yang paling pertama, harus menghormati segala keputusannya, walau terkadang berat.

Jadilah, kami, saya dan si Yayang harus belajar lagi. Belajar bahwa hidup kami sudah berubah “lagi”.

Kehidupan kami tidak lagi sama dengan ketika si Kribo masih hidup di kamarnya. Si Kribo sudah memutuskan bahwa ia hendak mencoba mandiri dan menempuh jalan hidup yang diinginkannya.

Si Kribo masih merupakan bagian dari kami dan akan terus begitu.

Namun, ketidakhadirannya hari ini dan untuk beberapa waktu ke depan, pasti akan membawa perubahan besar dalam kehidupan saya dan si Yayang. Dari mulai ritme menyapu, mengepel, makan, memasak, dan aktivitas lainnya, hampir pasti akan berbeda dari sebelumnya.

Interaksi antar saya dan si Yayang pun akan tersentuh perubahan itu juga.

Sebuah hal yang pasti akan menghadirkan tantangan dan memerlukan jawaban karena merupakan sesuatu yang baru dalam kehidupan kami.

Begitu juga dengan menata rasa dalam hati, yang pasti terpengaruh banyak dengan absennya si Kribo di rumah kami.

Itulah mengapa saya menyampaikan ucapan, “Selamat menempuh hidup baru!” karena memang begitulah adanya kami hari ini.

Ada sebuah perubahan besar yang sedang terjadi mulai hari ini.

Sesuatu yang harus kami sikapi, hadapi, dan tempuh bersama.

Sesuatu yang baru.

(Bogor, 2 Oktober 2021)

8 thoughts on “Hidup Baru”

  1. Hiks sedih bacanyaaaaaahhhhh 😭

    Berasa baca tulisan orang tua saya yang bercerita mengenai perasaan mereka ketika saya pergi meninggalkan rumah. Mungkin kah sama seperti yang mas Anton tuliskan? Mungkin kah mereka menangis di hari pertama saya nggak ada bersama mereka? 🤧

    Dulu sering banget sok sibuk kalau di sms balasnya lama, nggak peka dan nggak sadar kalau ortu juga bisa kangen sama anaknya. Hahahaha. Sedih kalau diingat-ingat. Kenapa saya bisa lupa bahwa saya orbit kehidupan orang tua saya. Nggak kebayang bagaimana rasanya kehilangan orbit yang selama belasan tahun berputar terus mendadak hilang 😞

    Sehat selalu mas Anton dan mba Hes 😍

    Reply
    • Hahaha.. tidak tahu juga sih Eno, tetapi saya rasa kemungkinan memang sama. Bagaimanapun, melepas seorang anak untuk belajar mandiri tidak semudah yang disangka orang. Pasti ada berbagai rasa di hati para orangtua.

      Iya… bagi orangtua, anak adalah sentral dari banyak kegiatan mereka dan juga alasan sekaligus motivasi mmereka untuk terus bertahan dan bekerja. Rasanya memang berat, tetapi tetap ada excitement juga melihat mereka mulai melangkah menuju kehidupan mereka sendiri.

      Sehat juga untuk Eno dan kesayangan yah

      Reply
  2. Lahhh yg ini juga nggak kalah sama2 mengandung Bawang 😭. Hehehe

    Seandainya orang tua aku nulis begini juga, pasti hal yg dirasakan kurang lebih sama Pak Anton. Terimakasih sudah mendeskripsikan melalui tulisan Pak 😁

    Btw, kribo tahu kan ya Pak kalau Bapaknya seorang pujangga Kata 😅 dan punya blog personal.. soalnya kalau dirahasiakan, sayang aja gitu.. wkwk 😅

    Ikut ngucapin juga ahh sambil sungkem “Selamat menempuh hidup baru.. 🤣”

    *lanjutt tidoorr 😄

    Reply
    • Hahahahaha… soalnya saya lagi melo juga wakakakakakakakak.. Kira-kira begitulah rasa yang kami rasakan dan kemungkinan besar bakalan sama dengan rasa yang ada di hati orangtua Bayu.

      Dia tahu bapaknya blogger, cuma dia ga pernah baca kayaknya.. Nggak tau deh kalau diem-diem. Hussh.. Pujangga? Saya mah ga bisa bikin puisi Bay…

      Gusraak… hahahaha sungkem mbahmu.. wkwkwkw

      Reply
  3. bapaaaakkkk, saya bolak balik mencari ingatan nama blog ini, akhirnya nemu dari lovelybogor dong, dasar mamak Rey jompo dah, pikun hahaha

    Btw, saya baru baca lagi dong tulisan-tulisan di sini, dan baru tau kalau si ganteng udah mandiri jauh dari ortunya nih.

    Jadi mewek sih bayanginnya ya, terutama ibunya.
    Saya aja mikirin si Kakak mau SMP, rencananya bakalan tinggal di rumah eyangnya di Surabaya, karena kami KTP di sana, dan sekarang sekolah negeri kan pakai zonasi.

    Duh masih agak lama sih, tapi melownya udah sejak sekarang.

    Biar kata kesaaalll banget kalau nak anak di rumah, berantem mulu, tapi entah saya bisa bertahan kalau jauh dari salah satu anak-anak, hiks.

    Dan sama seperti Pak Anton, pengen ngucapin selamat juga, meski saya tahu itu nggak mudah dirasakan.

    Dan kujadi kepo, jadi gimana kabarnya si Kribo setelah hampir setahunan berlalu?
    Begitu juga ibunya?
    Kalau bapakeh, nggak usah ditanya, wakakakakkaak

    Reply
  4. Mungkin ini dulu yang dirasakan kedua orangtua saya, saat hendak merantau jauh dari rumah. Saya dulu sudah jauh dari rumah sejak SMA karena jarak rumah ke sekolah itu lumayan jauh sekitar 1 jam. Mau nggak mau, ya saya tinggal di asrama. Kuliah juga tambah jauh dan harus ngekos.

    Bagi orangtua memang berat melepas anak untuk merantau. Tapi, kalo dibiarin tinggal di bawah ketiak orangtua, anak nggak bakal belajar mandiri. Anak juga perlu bereksplorasi, mencari jati dirinya, mengenal dunia yang lebih luas. Saya juga mungkin seperti itu klo udah jadi orangtua hehe.

    Hebat orangtua yang berani melepas anaknya! Tentu saja, sebagai anak saya akan menjaga kepercayaan orangtua. Semangat Kak Arya kuliahnya 😀

    Reply
    • Rasa semua orangtua pasti sama Res… cuma sering tidak diungkapkan. Kekhawatiran, kecemasan, sekaligus bangga campur aduk di dalam hati.

      Maaf agak terlambat membalasnya karena saya baru mulai aktif lagi

      Reply

Leave a Reply to CREAMENO Cancel reply