Kopi Asin

Di rumah kecil kami, ada sebuah peraturan kecil yang dibuat oleh bu kumendan, si Yayang tentang pemakaian panci.

Ada satu panci kecil bergagang yang diistimewakan. Pesan sang kumendan adalah panci itu tidak bolah dipergunakan, selain untuk memanaskan air. Tidak boleh dipakai untuk tujuan lainnya, bahkan tidak boleh dipergunakan untuk memasak mi instan sekalipun.

Penjelasannya sederhana. Nanti rasa kopinya jadi kurang enak kalau panci itu dipergunakan untuk hal yang lain karena ada “bekas” atau residu dari yang dimasak yang menempel. Walaupun sudah dicuci, terkadang sisa minyak atau apapun masih akan melekat.

Saya manut saja. Sang kumendan dapur sudah bertitah, tidak baik kalau dibantah. Meskipun, saya pikir seharusnya tidak demikian, tetapi apalah daya.

Cuma si Kribo saja yang suka ngeyel. Biarpun sudah diberitahu berulangkali, tetap saja dengan diam-diam, terutama kalau ibunya sudah tidur panci keramat itu akan dipakainya untuk memasak macam-macam, terutama di malam hari saat lapar tiba-tiba melanda.

“Pelanggaran” yang sudah terjadi berulangkali. Berapa kalipun si kumendan mengingatkan, tetap saja putra semata wayangnya diam-diam melanggar titahnya.

Dan, semalam saya merasakan akibat pelanggaran pangeran kami itu.

Saat semalam saya ingin ada kopi untuk menemani membuat tulisan di blog, saya langsung ke dapur. Di dekat kompor, terlihat si panci keramat, masih terisi 1/3-nya.

Tanpa banyak ba bi bu, langsung kompor dinyalakan dan panci diletakkan di kompor. Sambil menunggu, saya langsung memasukkan kopi sachetan seperti biasa ke gelas.

Tidak berapa lama, air mendidih dan langsung saya tuang ke gelas.

Kopi diaduk sebentar dan langsung siap diminum. Namanya juga kopi instan, pasti cepat kan buatnya.

Setelah meniup permukaan gelas sebentar, saya langsung menyeruput kopinya.

Glek.

Langsung terhenti. “Kok ada yang aneh ya”, otak saya langsung mengatakan rasa si kopi tidak seperti biasa. Ada rasa asin, gurih.

Tidak biasa banget. Padahal, yang namanya kopi sachetan itu kan standar sekali, tidak macam-macam. Mau diutak atik, ya rasanya begitu.

Ah, lidah saya yang salah kayaknya“, pikiran saya menolak.

Saya teguk lagi kopinya untuk memastikan.

Tetap saja, rasa asin dan gurih yang menyentuh lidah. Rasa manisnya sangat samar tertutup rasa asin.

Masih saya paksakan untuk meminum beberapa seruputan, tapi akhirnya saya menyerah. Rasanya luar biasa aneh malam itu. Akhirnya saya buang kopinya karena lama kelamaan terasa eneg juga minum kopi gurih bin asin.

Mungkin saya salah memakai gelas atau salah memasukkan garam dan bukan gula. Meskipun otak saya menolak dugaan itu, tapi tidak ada penjelasan masuk akal kenapa kopi malam itu terasa asin bin gurih.

Teka-teki yang tidak terjawab sampai saya tidur.

Sore ini, saya menyeduh lagi kopi sachetan yang merknya sama. Dengan cara yang sama. Memakai kompor yang sama juga. Dan, tentunya panci yang sama juga.

Begitu selesai, langsung saya seruput.

Kok beda yah dari yang semalam?“, ketika kopi yang baru dibuat ini menyentuh lidah, otak saya langsung teringat pada kopi semalam.

Ini baru kopi sachetan.

Saya langsung bilang kepada si kumendan, “Kok kopi yang semalem aneh ya Say. Asin? Kalau yang sekarang nggak“.

Si Yayang menyahut, “Ah, masa sih mas. Airnya kali?

Saya menjawab, “Semalam saya pakai air yang ada di panci itu Say. Bukan air ledeng“. Karena memang untuk minum kami pakai air mineral.

Ketika kami sedang bercakap, tiba-tiba si Kribo yang sedang menyemili makanan di meja makan, tiba-tiba tersenyum, nyengir dan akhirnya tertawa.

Kenapa Ya?”, tanya saya.

Nggak.. (sambil menahan ngakak).. semalam Yaya ngerebus telor pakai panci itu dan nambahin garam“, jawabnya dan kemudian menutup dengan tertawa ngakak.

Aseeemmm!! Kamu tuh Yaaa !!”, jawab saya.

Rupanya, saya semalam minum kopi dengan air bergaram dan bekas rebusan telur. Pantas asin.

Dan, si Kribo sambil terus tertawa masuk ke kamarnya lagi dengan tangan masing memegang paha ayam goreng. Senang sekali dia rupanya mendengar bapaknya minum kopi asin.

Si Yayang pun ikutan tertawa dan saya cuma bisa nyengir saja.

Teka teki terpecahkan.

Meskipun, semalam akhirnya tidak jadi ngopi, saya tetap merasa senang. Tertawa bareng anak istri itu sangat menyenangkan. Bisa menertawakan hal yang sama.

Cuma, berarti saya belajar satu hal lagi, peraturan tidak akan ada artinya kalau tidak ada kesadaran semua anggota masyarakat untuk mematuhinya. Pelakunya mungkin tidak terkena imbasnya, tetapi mungkin anggota masyarakat yang lain yang menanggung akibat.

Tapi, saya juga belajar juga supaya tidak ceroboh lagi. Maklum, si Kribo itu namanya anak semata wayang, kadang kemalasan dan manjanya kumat kalau di rumah.

Saya mungkin harus mencicipi airnya dulu sebelum menjerangnya di atas kompor. Harus lebih berhati-hati kalau tidak mau minum kopi asin lagi.

Biarpun senang bisa tertawa bersama, minum kopi asin itu bikin eneg juga.

(Bogor, 4 April 2021)

8 thoughts on “Kopi Asin”

  1. Kadang emang kita suka nggak ngeh sama hal2 yang sepele ya Om, ngecek air di panci misalnya. Padahal kalau diliat bener2 pasti airnya keliatan agak butek dikit, tapi namanya juga udah ada sabda dari Yayang tentang panci keramat, jadi mana mungkin airnya bakal aneh2 πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

    Herannya lagi udah tahu ada rasa yang nggak beres kita masih mikir lidah kita yang salah πŸ˜†πŸ˜†

    Tapi setuju Om, tetep aja hal kayak gini bisa menimbulkan tawa dalam keluarga aja udah bikin bahagia banget ❀️❀️

    Reply
    • Nah itu dia.. kepala saya sudah terpaku sama titah kumendan.. lupa bahwa anak buahnya yang satu suka badung.. hahahaha

      Tapi, disanal ah letak kebahagiaan berkeluarga, hal hal kecil bisa menjadi sumber kesenangan tersendiri…

      Reply
  2. Kayanya setiap rumah peraturan perpancian ini memang berlaku ya Pak Anton πŸ˜†. Soalnya dlu Ibu saya juga begitu. Dirumah selalu ada dua panci. 1nya khusus merebus air.. haha
    Dan tradisi itu berlanjut sampe skrang dan terkenang dalam hati sanubari saya
    . Wkwk 🀣🀣

    Btw, kribo jail yah. Wkwk. Abis ngerebus airnya nggk dibuang πŸ˜…

    Reply
  3. Hiiihiii baru tahu komen disini harus klik judul baru terbuka kolom komentarnya.🀣🀣🀣🀣 Makanye kong biar kate tuh panci khusus untuk rebus air doang kudu tetap waspada. Karena kejahilan bukan karena ada niat pelakunya, Tapi karena pas orang dirumah pada meleng.🀣🀣🀣🀣

    Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply