Pengakuan

Anjir. Punya anak millenial itu butuh sedikit pengertian terhadap gaya bicara dan penyampaian yang mereka pergunakan. Baperan tidak akan membantu.

Di bawah ini, sedikit kutipan percakapan di dalam mobil antara si Neng Yayang, wanita yang sudah menjadi teman hidup saya selama 20 tahun dengan anaknya, si Kribo beberapa hari yang lalu. Mereka pergi berdua saja sedangkan bapaknya memilih tetap di rumah untuk ngeblog.

Percakapan ini disampaikan kepada saya malam hari sepulangnya mereka dari pergi ke mal. Sebuah kebiasaan kalau ia menemukan sesuatu yang menarik dari putra semata wayang kami itu.

Mah, enak kali yah punya bapak agak bodohan dikit?“, celetuk si Kribo tiba-tiba. Tidak ada angin tidak ada hujan, sambil menyetir si March ia mengeluarkan kalimat itu kepada ibunya.

Eh, maksud kamu apa, Ya?“, sahut istri saya sambil kaget, terutama karena penggunaan kata “bodoh” yang ditujukan untuk suaminya.

Iyah. Maksudnya, kayak Pak I** itu mah. Dia kan nggak kayak bapak. Kalau bapak kan banyak taunya, jadi pas Arya minta beli, seperti laptop, bapak nanya ini itu. Soalnya bapak kan ngerti soal komputer. Mau minta beli kamera full frame, bapak juga paham banget“, jelas si Arya.

Terus, maksudnya?“, tanya si Yayang penasaran.

Iyah, kalau si Putri dan Andreas kan (anak pak I**) kalau minta apa-apa, kayak laptop, handphone, langsung deh diturutin. Bapaknya nggak banyak ngomong dan langsung mengeluarkan uang. Soalnya bapaknya kan gaptek dan nggak ngerti soal gituan“.

Si Kribo yang memang rambutnya seperti brokoli rebus itu terus memberikan penjelasan maksud dari perkataannya.

Beda sama bapak. Arya minta laptop saja malah disuruh menjelaskan dulu, tujuannya apa, kenapa harus minta. Juga nggak bisa “dibohongin” kalau soal yang begituan soalnya bapak kan update banget. Ruwet kalau ngomong sama bapak. Hehehe“, lanjut si Kribo sambil nyengir.

Ohh….Gitu. Kan tetep akhirnya bapakmu memenuhi permintaan kamu. Cuma kamu kan harus bisa meyakinkan bapakmu aja. Terus kamu mau ganti si bapak dengan pak I**?”, ledek si Yayang.

Heemm, nggak .. bapak itu pinter. Cuma kadang Arya repot dan bingung ngadepinnya. Minta ini , harus presentasi dulu, harus nunggu. Susah deh pokoknya“, tutup si Kribo sambil tetap nyengir.

Yawda“, sahut ibunya sambil berusaha menahan ketawa.

♣♣♣

Percakapan singkat ibu dan anak yang berakhir dengan jam tidur yang terlewat dari ibu dan bapaknya karena menjadi sebuah obrolan menjelang tidur yang panjang lebar. Ngalor ngidul ke sana kemari tidak berujung dan hanya kantuk lah yang mengakhirinya.

Bukan karena kemarahan karena kata “bodoh”. Apa yang diucapkan si Kribo bahkan membuat kami berdua tergelak dan ngakak hingga susah diberhentikan.

Yang diucapkan si Kribo memang mewakili fakta di lapangan.

Pak I** dan istrinya memang memiliki pola asuh yang berbeda dengan kami. Sebagai seorang kontraktor bangunan yang cukup sukses, ia memiliki banyak uang untuk membelikan kedua anaknya banyak hal. Mobil mewah, smartphone belasan juta rupiah, perawatan kecantikan untuk anak perempuannya yang hanya satu tahun lebih tua dari si Kribo, dan banyak lagi lainnya.

Bisa dikata apa yang diminta anaknya akan dituruti tanpa banyak cingcong. Apalagi kalau yang diminta berkaitan dengan teknologi, seperti gadget atau yang lainnya, pasti diiyakan (karena bapaknya tidak mengerti).

Yang lebih mencengangkan bagi kami, istrinya sendiri bercerita bahwa kartu kredit dan ATM bapaknya kerap diserahkan kepada anaknya saat berbelanja.

Sesuatu yang tidak kami lakukan kepada si Kribo. Tidak akan pernah terjadi.

Tentu saja salah satu alasannya, kami tidak memiliki materi sebanyak yang dipunya pak I**. Meskipun demikian, kami sepakat kalaupun kami memiliki kekayaan yang sama, sikap dan pola pengasuhan seperti itu tidak akan pernah kami pakai.

Si Kribo sendiri sejak kecil memang sudah terbiasa diminta menjelaskan kepada bapak ibunya jika ia punya keinginan. Pertanyaan-pertanyaan seperti, “Untuk apa?”, “Apa fungsinya?”, “Memang benar-benar dibutuhkan?” merupakan hal yang biasa ia terima saat meminta sesuatu.

Ketika persetujuan bapaknya sudah diterima pun, bukan berarti barang yang dimintanya pasti langsung dibelikan. Ia masih tetap harus menunggu.

Sebuah kebiasaan yang kami tanamkan sejak kecil adalah ia tidak akan mendapatkan secara “full” apa yang diminta. Ketika ia meminta ponsel pertamanya, di saat masih SD, si Kribo harus menabung uang jajannya selama beberapa bulan, sebelum kemudian orangtuanya memberikan dengan memberi tambahan.

Tidak pernah ia mendapatkan sesuatu di luar kebutuhan pokok secara full dari orangtuanya. Sebagian, meski dalam porsi yang lebih kecil, harus berasal dari dirinya sendiri, usahanya sendiri. Barulah setelah itu bapak ibunya akan memenuhi permintaan.

Belakangan, setelah ia melewati 17 tahun, hambatan bagi dirinya untuk meminta sesuatu lebih ketat lagi. Ia harus bisa memberikan presentasi dan menjelaskan alasan, tujuannya, serta fungsinya. Mirip seperti seorang staf mengajukan budget kepada atasannya.

Tukar pikiran dan berbagai pertanyaan memang akan dihadapinya dari bapaknya, yang kebetulan cukup punya pengetahuan tentang teknologi, fotografi, dan bisnis.

Banyak permintaannya yang ditolak, meski ada yang dipenuhi.

Tidak mudah baginya untuk mendapatkan apa yang dimintanya. Bapaknya bukan orang yang mudah “dilewati” dan diberi penjelasan yang “tidak” masuk logika. Belakangan malah pertanyaan-pertanyaan itu ditambah dengan unsur bisnis, pengembalian modal, dan pendapatan.

Memang tidak akan mudah baginya menghadapi bapaknya sendiri. Dari sanalah kata-kata, “Enak kali yah kalau bapak agak bodohan sedikit” bersumber. Ia mungkin bisa lebih mudah meyakinkan bapaknya kalau pengetahuan yang dimiliki bapaknya tidak banyak.

Sebuah pengakuan.

♣♣♣♣

PENGAKUAN

Yang dikatakan si Kribo , mungkin, akan membuat naik darah banyak bapak. Namun, saya justru memandangnya sebagai “pujian” dan pengakuan.

Pengakuan dari si Kribo kalau bapaknya orang pinter. Sekaligus, orang yang rumit dan susah ditaklukkan.

Itulah juga kenapa ia sering mengatakan kepada teman-temannya,”Elu ajah yang nggak tahu bapak gua” ketika temannya menganggap ia adalah pangeran dan akan selalu dipenuhi permintaannya karena merupakan anak tunggal.

Ia tahu sekali bahwa tidak pernah mudah meminta sesuatu kepada orangtuanya. Banyak tantangan dan perjuangan yang harus dilakukannya untuk bisa mencapainya. Tidak jarang ia harus menerima konsekuensi dari kesalahannya karena bapaknya memutuskan tidak mau “melakukan” hal yang “tidak” bagus.

Selama tiga tahun masa SMP ia harus bersekolah di sebuah sekolah yang dicibir dan dianggap sekolah buangan karena nilai NEM-nya tidak mencukupi. Bapaknya menolak memindahkannya ke sekolah yang “favorit” meski uang ada karena memandang hal itu sebagai sebuah kecurangan.

Sebuah pengakuan, yang tidak disadarinya, membuat bapak dan ibunya bahagia dan lega karena setidaknya sudah mengajarkan kepada putra kesayangan mereka

  • hidup itu penuh perjuangan : kalau si Kribo mau mendapatkan sesuatu, ia harus berupaya dulu sendirian, orangtuanya sebagai pendukung saja
  • ia harus “berhitung” tentang segala sesuatu bukan sekedar meminta
  • ia harus mendahulukan fungsi dan kebutuhan, bukan sekedar keinginan saja
  • ia harus bisa meyakinkan orang tentang ide dan tujuan yang hendak diraihnya
  • ia harus kreatif dalam menemukan solusi dan bukan hanya bergantung pada bapak ibunya untuk menyelesaikan bagi dirinya
  • ia harus mandiri dan bukan bergantung pada orang lain

Segala sesuatu yang akan dibutuhkannya untuk survive dalam kehidupannya di masa datang, terutama di saat kedua orangtuanya sudah tidak ada lagi di dunia.

Ia pasti akan membutuhkan semua itu, terutama karena pada saatnya ia akan menjadi pemimpin, kepala suku, bagi keluarganya.

Kesulitan yang dihadapinya sekarang saat menghadapi bapaknya ibarat sebuah simulasi kehidupan di masa datang. Di sana ada berbagai pertanyaan dan tantangan yang sama dan akan ia ditemukan dalam kehidupannya.

Tidak mudah pasti baginya (menghadapi saya yang seperti ini).

Sama tidak mudahnya bagi kami, si Yayang dan saya, sebagai orangtua. Beratnya melihat kekecewaan di wajah si semata wayang ketika keinginannya tidak terpenuhi. Sakitnya melihat ia harus menanggung konsekuensi dari kesalahannya.

Tidak jarang kami harus menahan keinginan di hati untuk memeluknya saat ia kecewa. Ingin rasanya langsung segera memenuhi apa yang dimintanya agar ia tidak perlu kecewa. Tidak mau rasanya melihat dia “terluka”.

Ia adalah pangeran kami. Kesayangan kami. Untuk siapa saya, kata Armada rela “Pergi Pagi Pulang Pagi” .

Namun, kami sadar sekali kalau hal itu dilakukan, si Kribo tidak akan pernah siap menjadi dirinya sendiri. Ia tidak akan pernah siap menjalani kehidupannya sendiri. Ia akan selalu bergantung dalam banyak hal kepada kedua orangtuanya.

Padahal, pada suatu waktu kami tidak akan ada lagi di dunia atau tidak akan sanggup lagi menjadi tempat bergantung.

Kami harus mempersiapkan dirinya untuk masa itu, yang sudah pasti akan tiba suatu waktu nanti.

Pengakuan polos si Kribo, berkhayal bapaknya agak bodohan sedikit adalah sebuah sinyal yang bagus. Sejauh ini, pola pengasuhan yang kami terapkan sudah berjalan seperti yang diharapkan.

Keinginannya untuk menjadi fotografer pro sudah dimulainya dnegan mencicil pembelian peralatan sendiri, tanpa meminta kepada bapaknya dan hasil menabung uang yang dihasilkannya sendiri. Masalah sekolah ditanganinya dengan baik, tanpa merepotkan orangtua. Ia sudah bisa menjadi “leader” di kalangan teman-temannya, serta bisa mengambil keputusan sulit.

Dia sudah bisa dan mulai menerapkan apa yang diajarkan kepadanya dalam kehidupannya, meski jelas masih butuh belajar lebih banyak.Namun, ia sudah memulai.

Pengakuan yang membuat kami berdua tertawa dan senyum-senyum karena lega hatinya melihat putra kesayangan kami sudah mulai bisa berdiri sendiri.

Sesuatu yang menenteramkan hati kami karena harapan kami sepertinya bisa terpenuhi.

Si Kribo, Insya Allah, akan bisa survive dan mandiri dalam kehidupannya.

(Bogor, 10 Januari 2021)

8 thoughts on “Pengakuan”

  1. Amiiiiin 😁

    Mas Anton ini kayak ibu saya, setiap saya minta sesuatu jaman bocah, pertanyaannya panjang bangettt sampai kadang saya menyerah 😂 Contoh paling sederhana minta uang jajan tambahan, hadeeeeh perlu banget kasih penjelasan, mau buat apa, semisal bilang mau main ke rumah teman, nanti ditanya lagi, mau pulang jam berapa, di rumah teman mau main apa, di rumah teman namanya siapa, bla bla bla 🙈 Itu sudah paling sederhana, apalagi jika mintanya macam gadget, harus susun data dulu, kayak waktu minta laptop, kenapa pilih HP bukan ACER, kenapa begini begitu walah walah *tepok jidat* 😆

    Tapi yaaah, pada akhirnya, efek dari sikap ibu dulu, membuat saya jadi bisa survive dan mandiri dalam menjalani hidup saya. So, semoga mas Kribo pun bisa. Semangat mas Kribo 🥳🎉

    Reply
    • Hahahaha….dalam setiap keluarga, biasanya memang salah satu harus ada yang berperan seperti itu. Kali ini tugas itu jatuh ke saya…

      Iya Eno, memang itu yang saya harapkan juga karena mau ga mau di masa depan perjuangannya akan membutuhkan itu.

      Maskaih yah sudah bercerita tentang ibunya. Jadi merasa ada teman senasib.. wakakakaka

      Reply
  2. Mas Anton kayak Ayah sayaa…. terutama bagian sekolah favorit. Saya ingat dulu, pernah terancam nggak naik kelas waktu SMA kelas X. Peringkat 43 dari 45 siswa. Waktu itu Ayah saya bilang dengan mantap, kalau nggak naik kelas, ya nggak naik kelas saja, nggak usah pindah apalagi minta katrol nilai. Nggak cuma wali kelas yang kaget, saya juga kaget. (terus langsung tobat) 😀

    Ayah dan Ibu saya, ya orangnya begitu. Apa yang saya lakukan, tanggung sendiri konsekuensinya. Jadi saya nggak boleh minta pertolongan siapa pun. Hal yang saya bawa sampai sekarang.

    Makanya Ayah saya nggak pernah kemakan penipuan polisi yang ngasihtahu anaknya kena narkoba, lha kalau emang bener anaknya kena narkoba, yang ada dia semangat marahin anaknya. (Untungnya sih ga ada)

    Reply
    • Mega kemana ajah.. saya bolak balik ke blognya lum ada yang baru neh..

      Asyiikkk ternyata saya punya teman juga.. hahahaha.. Tapi, yah sebagai orangtua suka ga suka kadang kita harus mengambil jalan menyakitkan supaya si anak belajar. Iya nggak? Kalau diikuti terus ya bisa repot.

      Peringkat 43 dari 45? woowww.. badung juga yah.. tapi bagus deh saya punya teman lagi.. sedikit lebih baik karena peringkat 44 dari 48 wakakakakaka…

      Iya lah, untungnya ga ada kejadian yah.. hahahaha kalau ada kebayang dah disemprot abis-abisan tuh Mega… tapi biasanya anak dari keluarga yang seperti itu, justru jarang yang terjerumus dalam hal-hal negatif… Kayaknya mereka serem ngadepin orangtuanya daripada polisi.. hahaha

      Reply
      • hihihi… iya nih, draft tulisan ada aja tapi ga finish, biasalah penyakit :”’) tahun ini semoga bisa ngeblog lagi amiiin…. lurking-lurking aja sepanjang tahun kemarin.

        wkwkwk iya betul. ibu saya strict saya malah bandel. waktu keluarga tinggal ayah aja, lha saya malah pelan-pelan tobat, soalnya segala terserah saya, tapi tanggung sendiri akibatnya 😀

        Reply
        • Hayoo Mbak Mega… ditunggu loh hahahahaha

          Nah ketauan bengal yah. Tapi saya juga begitu juga sih waktu SMA mah. Semakin dilarang semakin dilanggar. Hahahaha.. Tobat karena ada rasa menyesal nih pastinya hahahahaha iya kan.. Iya Mbak saya juga akhirnya lumayan tobat , biar kadang masih ngebandel juga. Ngeyel memang..

          Makasih mba ikut berbagi cerita… dituliskan dong jadi saya bisa ikut baca cerita lengkapnya

          Reply
  3. Awwwww… kaaann banyak hal yang suiittt di sini..
    Di awal, saya semangat mau ngegibah Bapak, gibahin tuh tetangganya Bapak, wakakakak.

    Tapi di akhir-akhir, saya kok terharu banget sih.
    Tengkiu Bapak udah menuliskan ini, bikin saya punya cara juga buat nerapin ke anak, saya sih kurang lebih menerapkan gitu pada si kakak, cuman caranya kadang bias dengan omelan saya hahaha.

    Bukan hanya , insha Allah si Kribo bakal bisa survive, even dia anak tunggal ya, tapi insha Allah si Kribo akan terbiasa berkomunikasi dan mengeluarkan pendapat serta keinginannya.

    Ini yang bahkan saya sendiri masih belajar Pak, saya kadang mau ngomong minta sesuatu itu, udah nangisnya duluan yang keluar wakakakakak *plak

    Reply
    • Wuiihh.. mau gibahin apa *kepo*

      Sing sabar Rey…. orangtua juga harus kreatif dalam menghadapi masalah anak. Kadang kitanya harus bisa berbesar hati …juga harus tahan banting.. wakakakaka…

      Aaamiin makasih doanya Rey…

      Reply

Leave a Reply to CREAMENO Cancel reply