Saya Tidak Mau Ganti Helm Lagi

Saya Tidak Mau Ganti Helm Lagi

Foto di sebelah kiri adalah foto helm yang selalu saya pergunakan setiap hari saat mengendarai sepeda motor. Kemanapun, ini adalah helm andalan.

Butut.

Kusam.

Penuh dengan goresan.

Kaca penutup mukanya lebih mungkin menimbulkan kecelakaan dibandingkan sebagai pelindung muka pengendaranya. Maklum goresan sudah memenuhi seluruh permukaannya dan warnanya sudah berubah menjadi kecoklatan, yang dicuci 1000 X pun tetap akan seperti itu.

Usianya, sudah lumayan lama, 5-6 tahun lebih sejak pertama saya pakai. Ingat saya pakai, bukan saya beli.

Jelas jauh dari standar SNI dan masih untuk pak polisi tidak terlalu ketat memberlakukan pasal yang satu ini, kalau tidak, sudah ratusan kali saya ditilang.

Mantan pacar, yang sudah menjadi istri, tentunya dong, sudah puluhan kali mengingatkan untuk membeli helm baru. Saya maklum akan kekhawatirannya karena helm ini memang sebenarnya sudah tidak layak pakai sama sekali.

Cuma, sampai saat ini, saya masih tetap bersikukuh dan ngeyel soal helm ini.

“Nggak, nggak mau. Saya tidak mau ganti helm lagi!” , dengan keras kepalanya saya menolak.

Diomelin dan diceramahin balik sih sama yayang.

Dan, saya cuma mingkem, diam seribu bahasa sambil tetap memutuskan untuk tidak membeli helm baru.

Sesuatu yang sebenarnya bikin sebel si yayang.

Pelit banget yah?

Pasti banyak yang menduga seperti itu, atau bahkan menganggap saya sebegitu tidak punya uang untuk membeli sesuatu yang vital dan penting bagi keselamatan.

Tidaklah. Saya bukan orang pelit. Juga tidak sebegitu miskinnya sampai tidak mampu beli helm.

Kalau ada yang mau memberi pun, saya akan tolak. Beneran. Serius 1000%. Tawaran akan ditolak.

Saya masih mampu beli sendiri.

Yang menjadi masalah adalah hampir pasti helm baru harga berapapun tidak akan bertahan lama. Mau yang kualitasnya kayak punya Valentino Rossi atau yang murah sekalipun akan segera tidak berfungsi kalau saya pakai sehari-hari.

Bukan karena rusak.

Helmnya akan “menguap” entah kemana, alias menghilang, a.k.a berpindah tangan.

Serius.

Sudah tiga kali saya kehilangan helm.

Maklum saja. Sebagai seorang karyawan yang tinggal di Bogor dan bekerja di Jakarta, saya menggunakan sistem Park & Ride. Bawa kendaraan pribadi, sepeda motor dari rumah, kemudian parkir/menitipkan motor di penitipan dekat stasiun, dan kemudian naik Commuter Line ke Jakarta.

Masalahnya ada pada sistem pengamanan di penitipan motornya itu. Dengan ribuan orang keluar masuk setiap harinya, sulit mengontrol semuanya. Apalagi. mayoritas tempat penitipan motor tidak memiliki loket penitipan helm juga. Alhasil, helm hanya bisa diletakkan di setang motor saja.

Dan, semua itu memudahkan orang tak bertanggungjawab menjalankan prinsip “Buang yang jelek, ambil yang bagus”.

Helm yang saya kenakan sampai saat ini bukan helm yang saya beli. Helm ini tergantung di setang motor saya, si Supra Fit, sedangkan helm aslinya, yang baru saya beli beberapa hari sebelumnya entah berada dimana.

Malangnya, sampai sekarang belum ada helm ber-GPS yang bisa dilacak.

Jadilah, daripada tanpa helm, terpaksa saya menggunakan helm yang ada, alias si helm biru dalam foto itu.

Karena ini bukan kasus yang pertama, dan cukup yakin kalau diteruskan memakai helm baru dan bagus, tidak akan jadi yang terakhir, saya putuskan untuk tidak menggantinya dengan helm yang baru. Daripada hilang lagi dan justru saya bermasalah berkendara tanpa helm, lebih baik yang ada saja yang dipakai meskipun butut.

Dan, terbukti benar. Rupanya membuat helm anti maling itu gampang. Buatlah sebutut mungkin sampai selera orang untuk mengambilnya hilang dengan sendirinya. Helm biru butut itu masih awet setelah 5-6 tahun dipakai sampai hari ini.

Setiap hari tergantung di setang motor saja di berbagai tempat penitipan motor dan tetap utuh sampai sekarang.

Meski, saya berharap dan berdoa, semoga pak polisi tidak buru-buru menerapkan pasal helm SNI dengan ketat. Kalau itu terjadi, ruwetlah saya.

Semoga saja kondisi ini terus terjadi sampai ditemukan helm anti maling, atau setidaknya sampai saya pensiun dan tidak lagi harus menitipkan motor di tempat penitipan.

Semoga.

(Saat Commuter Line memasuki Depok Baru, 10 Juli 2019, 18.04 dan ketika kaki semakin lama terasa semakin pegal)