Dipikir-pikir, kebiasaan saya nongkrong di depan gedung E-Trade dimana kantor saya berada dan menghadap ke arah Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, memperlihatkan sebuah hal penting dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Negara ini dikenal sebagai sebuah negara dengan bangsa yang sulit tertib dan teratur.
Masalah utamanya bukan pada ketiadaan peraturan, tetapi justru pada penegakannya. Sudah lumrah dan biasa bahwa di negara dengan 17 ribu pulau ini, hukum sering menjadi macan di atas kertas saja.
Memang ada apa di Jalan Wahid Hasyim?
Tidak ada apa-apa. Foto-foto yang saya ambil juga tidak bisa mewakilinya, meski baru saja dijepret oleh OPPO A3s hari ini. Cuma foto beberapa motor, bajaj, dan mobil melintas ke arah Barat, ke arah stasiun Gondangdia.
Tidak bisa memperlihatkan masalahnya, kalau tidak diceritakan.
Tetapi, dibaliknya ada cerita tersembunyi.
Sejak awal tahun 2019 yang lalu, sebagian jalan ini sudah dibuat menjadi satu arah. Tepatnya, mulai pertigaan jalan Jaksa sampai perempatan Jl. Sabang (Jalan Agoes Salim). Kendaraan hanya bisa mengarah ke arah Barat saja, ke arah Tanah Abang.
Nah, disitulah bukti bahwa penegakkan hukum di Indonesia masih sangat lemah.
Buktinya, setiap hari, setiap jam, tetap saja sepeda motor, bajaj, mobil, dan lain sebagainya melaju melawan arus ke arah Timur.
Memang pada awalnya ada petugas yang berjaga untuk mengusir kendaraan yang melawan arus lalu lintas, tetapi hanya sebentar saja. Sekarang tidak nampak lagi batang hidung petugas disana.
Akhirnya, jalan itu kembali seperti menjadi hutan belantara, tanpa hukum lagi. Pelawan arah semakin banyak setiap hari.
Padahal, hukumnya sudah ada. Cuma tidak ada usaha rutin penegakkannya.
Itulah yang membuat masyarakat Indonesia menjadi sulit teratur.
(E-Trade Building, lt 6, saat sedang menunggu data masuk dan tidak ada yang bisa dikerjakan. Jarum jam dinding menunjukkan pukul 15.40 , jam digital komputer bilang masih 15.30. Mana yang benar tidak penting, masih Senin 8 Juli 2019. Hari yang membosankan)