Bosan, Kangen, Stress, Ngantuk Dan Lapar

Bogor CGM Street Festival 2019

Memasuki hari ke-39 masa WFH, saya masih mengalami hambatan yang sama untuk menjadi produktif selama masa pandemi Covid-19.

Bukan berarti nggak produktif sama sekali karena pekerjaan kantor sih beres-beres saja. Email terjawab. Koordinasi dengan rekan yang lain berjalan baik. Laporan tetap jalan. Jadi, bisa dikata masih cuku produktif dan tidak merugikan yang mempekerjakan saya.

Cuma, karena banyak hal, seperti perekonomian dunia yang melambat, bisnis yang sepi dimana-mana, pekerjaan itu jadi tidak banyak. Tidak cukup untuk mengisi semua waktu luang yang tersisa dalam satu hari yang 24 jam itu.


Padahal, pekerjaan rumah tangga juga sudah diambil alih sebagian, mulai dari menyapu, mengepel, menyemprot Dettol ke seluruh penjuru rumah (kebiasaan baru yang lahir akibat si Corona). Tetap, saja waktu yang tersisa lumayan banyak.

Seharusnya, waktu yang ada bisa terisi kalau saya bisa produktif dalam ngeblog, yaitu rajin menelurkan tulisan dan update blog. Masa sekarang seharusnya ideal banget untuk terus menanam bibit (tulisan) di sawah (blog).

Masalahnya, ya masih sama dengan kemarin-kemarin. Duduk di depan komputer setiap hari dilakukan, tetapi seringnya, tangan cuma klak klik situs lain dan bukannya masuk ke ruang editor blog.

Paling banter, mengedit kontras dan melakukan cropping pada koleksi foto untuk iseng-iseng update Instagram dan Facebook saja.

Kepala masih terasa pepat (apa yang istilah tepatnya), seperti penuh tapi kosong. Otak seperti mesin yang berkarat banget dan susah bergerak untuk berpikir. Padahal, segala daya upaya sudah dilakukan untuk bisa menggerakkan kembali otak supaya mau bergerak dan beroperasi supaya bisa menghasilkan sesuatu.

Cuma ya itu tadi, sepertinya berat banget kalau diajak berpikir. Padahal, daftar ide sudah tersedia, cuma tidak ada satupun yang diolah dan dikerjakan.

Bosan, Kangen, Stress, Dan Lapar
Car Free Day, Bogor 2018

Mungkin sih, kata yang paham itu gejala psikosomatik, alias kecemasan berlebihan. Banyak orang yang mengalaminya di masa pandemi ini. Ketakutan akan tertular si Corona, cemas kehilangan pekerjaan karena bisnis yang lesu, dan masih banyak kekhawatiran lain yang bisa menjadi penyebab psikosomatis dalam diri seseorang.

Dan, sangat mungkin saya mengalami hal yang sama.

Itu sekedar dugaan saja.

Soalnya ada dugaan lain juga, yaitu rasa BOSAN. Setelah lebih dari satu bulan seperti terkurung dalam rumah, rasa bosan itu bener-bener menumpuk sekali. Pemandangan seperti itu itu saja setiap hari.

Apalagi, rupanya wabah ini juga menyebabkan TV, baik yang biasa atau kabel/berlangganan, seperti kehabisan stok film juga. Film yang ditayangkan diulang-ulang terus. Hasilnya bete juga menontonnya. Jangan, tanya juga isi media dimana-mana yang cuma Corona, Corona, Corona, dan sejenisnya.

Tapi, istri saya berpendapat lain. Sambil nyengir, dia bilang saya sedang kangen “seseorang”. Bukan dia karena setiap hari selama WFH, benar-benar tak terpisahkan mengingat ukuran rumah cuma tipe RSSSSSSS (Rumah Sangat Sederhana Sempit Sekali Selonjor Saja Susah)/ Jadi, pasti ketemu mau di dapur, kamar, ruang tamu.

Katanya, saya bukan kangen sama dia.

Bisa jadi juga sih.

Mengingat sebelum dipaksa sang Covid nan perkasa, saya kerap ngafe bersama tetangga ke kedai kopi dekat kuburan deket rumah, atau pergi ketemuan seorang teman lama di kafe yang agak modernan dan kerenan dikit (maklum kalau sama teman cewek, kudu jaga image dikit).

Belum lagi, rutinitas lain, seperti menenteng kamera untuk berburu momen ala fotografer yang biasa dilakukan setiap minggu.

Jadi, sangat bisa jadi kalau istri saya benar, kalau saya KANGEN. Bisa pada seseorang, atau sedua orang, setiga orang, tergantung dari sudut pandang masing-masing.

Nah, tapi, sebenarnya ada satu faktor lagi yang buat kepala seperti penuh tapi kosong tadi. Yang ini baru saya temukan memasuki hari ke-6 bulan suci Ramadhan.

Pasti tahu dong selama bulan ini, umat muslim, baik yang patuh, setengah patuh, tidak patuh, mau nggak mau, suka nggak suka, jadi patuh bangun sahur dan tidak makan di siang hari.Alasannya bisa beragam sih, mulai dari yang bener-bener patuh dan niat beribadah, sampai yang tidak enak sama tetangga atau mertua.

Ternyata, hasilnya sangat mungkin mempengaruhi performa dan produktivitas saya sebagai blogger. Ketidakmampuan saya menelurkan tulisan secara rutin sangat mungkin disebabkan oleh efek dari puasa tadi.

NGANTUK dan LAPAR.

Biar para ustadz berbusa-busa ngomong soal tidak boleh mengurangi produktivitas, saya mah biarkan saja propaganda mereka. Kenyataannya, karena tidur saya terganggu makan sahur, masalah ngantuk sejak dulu selalu menjadi masalah terkait produktivitas selama bulan puasa. Mata sulit diajak kompromi, maunya merem terus.

Lalu, sebanyak apapaun sahur yang saya makan, tetap saja rasa lapar itu nongol, kadang di tengah hari bolong. Jeleknya, biasanya kalau saya lapar, kepala sulit diajak mikir.

Jadi, klop banget kayaknya situasi sekarang ini menjadi alasan berkurangnya produktivitas sebagai blogger.

Dan, saya pikir komplikasi atau kombinasi BOSAN, KANGEN, STRESS, NGANTUK dan LAPAR memang membuatnya menjadi masalah sulit untuk ditemukan solusinya.

Karena semua akhirnya berujung pada kata MALAS dalam hati.

Lengkap sudah.

Jadi, saya tidak berharap banyak selama bulan puasa dan masa wabah Corona ini. Bisa dapat gaji tiap bulan dan THR saja sudah cukup lah. Tidak perlu berharap banyak dapat tambahan dari blog juga.

Toh kita tidak boleh serakah dan harus tetap bersyukur kan. Masih banyak yang lebih susah dari kita.

Jadi, saya memutuskan untuk berusaha menikmati BOSAN, KANGEN, STRESS, NGANTUK dan LAPAR tadi. Kasihan kalau rasa itu tidak dinikmati, padahal Tuhan menciptakannya pasti ada alasannya.

Biarlah para ustadz berceramah apapun soal produktivitas, toh mereka memang disebut produktif kalau mereka banyak ngomong, saya akan menikmati menjadi tidak produktif saja

Bogor, 29 April 2020.